Ku lihat namamu terpampang di layarnya. Segera ku pencet tombol berwarna hijau dan aku mendengar suaramu.
"Selamat pagi, eh salah selamat subuh". Sapa dirimu sambil tertawa keras.
"heh, jam berapa ini ?" tanyaku yang masih setengah sadar.
"Jam 5, bangun." jawabmu.
" Kenapa nelpon jam segini", gerutu diriku
" Cuma mau ngangguin kamu". Jawab sambil tertawa lagi.
"Apa deh kak, penting banget, subuh-subuh gangguin orang. Gak bisa banget lihat saya bahagia dan tenang sedikit". Timpalku.
"Udah bagus aku bangunin kamu, pasti belum sholat kan, buruan gih shalat. Memang paling gak bisa lihat hidup kamu senang, pengennya bikin kamu marah-marah. Bahagia itu saat lihat kamu menderita". Jawabmu dengan tertawa begitu keras.
"Ah, rese banget deh". Kataku dengan intonasi meningkat.
"Hahhaha. Cepetan kamu sholatnya". Seru dirimu sambil cekikikan.
"Iya, makasih udah dibangun, tapi aku curiga jangan-jangan baru mau tidur, begadang lagi kan kak". Tanyaku
"Hahaha. itu sudah pasti. Sudah yah, selamat sholat. Selamat pagi. Mimpi indah". Katamu seraya menutup telepon.
Rasanya ingin melanjutkan prosesi tidurku, tapi sayang pulsamu yang terlewatkan hanya untuk menjahiliku.
Aku bergegas mengambil air wudhu dan menunaikan shalat subuh. Mendoakan orang tua, adik, keluarga, sahabat, dia dan dirimu adalah hal selalu tak pernah ku lewatkan usai menunaikan sholat. Berharap mereka senantiasa di beri perlindungan dan rahmat oleh Allah SWT.
Hari ini akhir pekan, aku tak ingin melakukan apapun walaupun tugasku bertumpuk. Hari ini aku benar-benar ingin melanjutkan hibernasiku yang tertunda. Kemarin aku menghabiskan waktu sepanjang siang dan malam hari hanya untuk tertidur. Aku terbangun hanya untuk sholat dan membalas sms beberapa orang, termasuk dirimu. Aku menyukai saat-saat seperti ini, saat kasur + bantal + selimut menjadi sahabat terbaik.
Aku tak peduli dengan gelar yang diberikan padaku. Ada yang bilang kalau aku ini mirip beruang. Beruang kutub, yang sangat suka hibernasi di musim dingin.
Mengenai gelar itu, awalnya aku tak menyukainya. Namun, sekarang aku mulai menyukainya, entah mengapa. Aku bisa tertawa saat dipanggil seperti itu. Aku menyukai saat pemberi gelar itu yang memanggilku, lain halnya jika orang lain yang menyebutnya. Aneh kan, begitulah.
***
"Hey, kamu.. Kamu barus aja melewatkan hari pentingnya. Hari itu penting". Gerutuku. "Apa memang kamu sengaja melakukan ini, kamu sengaja, tidak sengaja, tidak tahu, pura-pura tidak tahu, lupa atau apa". "Ahhh.. Kamu berniat melupakannya, benar-benar melupakannya, seserius itu kah"?. Pertanyaan-pertanyaan itu silih beerganti berlarian di kepalaku. Mengapa tiba-tiba aku menjadi sekepo ini terhadap masalahmu. Aku bingung bagaimana menjelaskannya, aku hanya merasakan sedih dan kecewa terhadapmu. Aku bingung mengapa aku merasakan hal itu.
Ingin rasanya aku menanyakan hal itu langsung pada dirimu, tapi aku tersadar bahwa aku tak punya hak untuk melakukan itu. Aku juga bukan tipe orang yang bisa mengutarakan pikiran dan perasaan secara gamblang kepada orang lain. Untuk saat ini lebih baik ku pendam pertanyaan-pertanyaan itu dan aku percaya suatu saat nanti semua pertanyaanku itu akan terjawab.
***